Review | GIGABYTE BRIX PRO – Steam Machine Mini Versi GIGABYTE
Bagi Anda yang berkecimpung di dunia game, baik sebagai developer, publisher atau user, tentu mengenal baik Valve yang merupakan salah satu raksasa industri game saat ini. Selama ini Valve dikenal sebagai developer sekaligus publisher dan distributor game-game terkenal seperti Counter Strike, DOTA 2, GTA, Portal, Team Fortress dan masih banyak lagi. Melalui portal digital yang dikenal dengan sebutan Steam, Valve kini terus berkembang untuk mendistribusikan berbagai game secara digital. Saat ini, Valve telah mendistribusikan lebih dari 3700 game. Bahkan menurut estimasi Forbes, 50-70% pendapatan di industri game diperoleh melalui Steam.
Meski menjadi pemimpin di industri game khususnya pada segmen pemasaran video game secara digital, Steam tetaplah rapuh tanpa adanya dukungan sistem operasi sebagai penggerak game yang mereka buat. Terlebih lagi, ketika Apple maupun Microsoft yang mulai membatasi aplikasi yang dapat berjalan di OS mereka. Padahal hampir 75% game yang berada di Steam diperuntukkan untuk sistem operasi Windows. Munculnya isu ini akhirnya membuat CEO Valve, Gabe Newell sampai angkat bicara dengan menyatakan sebagai bencana untuk pengguna PC.
Untuk langkah alternatif, Gabe Newell akhirnya mewacanakan untuk menggunakan platform open-source berbasis Linux yang akhirnya terealisasi. Platform tersebut kini dikenal dengan sebutan SteamOS. Tak hanya itu, Valve juga merambah ke hardware market dengan memproduksi sebuah video game console yang dikenal dengan sebutan Steam Machine atau Steam Box. Perangkat tersebut nantinya akan memiliki Steam Client dan SteamOS yang siap untuk menjalankan game-game keluaran Steam.
Model | Gigabyte Brix Pro BXi5-4570R |
CPU | Intel® Core™ i5 4570R |
GPU | Intel® Iris™ Pro graphics 5200 |
Memory | 2 x SO-DIMM DDR3L slots (DDR3 1.35V) 1333 / 1600 MHz Max. 16GB |
Storage | Supports 2.5” thickness 7.0/9.5mm Hard Drives (1 x 6Gbps SATA3) |
Dari penjabaran spesifikasi tersebut, tentu Anda langsung terfokus pada GPU Iris Pro 5200 yang menjadi satu-satunya prosesor pengolah grafis pada GIGABYTE BRIX Pro ini. Rasa skeptis seperti ini tentu merupakan hal yang wajar karena Grafis onboard milik Intel selama ini memang dipandang sebelah mata.
Namun tunggu dulu, Iris Pro 5200 ini berbeda, grafis onboard ini mungkin bisa dikatakan sebagai kebangkitan prosesor grafis milik Intel. Dari pengujian menggunakan aplikasi benchmark 3DMark Fire Strike, Intel Iris Pro 5200 mampu mencapai skor 1500. Setingkat lebih tinggi dari kemampuan NVIDIA GeForce GT750M. Sementara untuk in-game benchmark di game Battlefield 3 (1080p, low preset) skornya bisa mencapai 35 fps. Dengan hasil pengujian tersebut, maka tidak salah jika GIGABYTE BRIX Pro ini masuk dalam jajaran perangkat Steam Machine.
Berbeda dengan perangkat berbasis Windows, Steam Machine ternyata menggunakan OS khusus yang dikembangkan oleh Valve yang bernama SteamOS.
SteamOS adalah sistem operasi berbasis Linux Debian yang dikembangkan oleh Valve Corporation dan dirancang untuk menjadi sistem operasi utama untuk perangkat konsol Steam Machine. Sistem operasi ini dirilis pada tanggal 13 Desember 2013, bersamaan dengan program Beta-testing yang diujikan kepada 300 Steam user.
SteamOS merupakan sistem operasi yang dirancang khusus untuk bermain video game. Meskipun berbasis Linux, Valve menjamin dukungan penuh terhadap game-game yang dikeluarkan Steam bisa dijalankan di Steam OS. Karena sistem ini bersifat open source sehingga para developer dan user dapat dengan mudah melakukan modifikasi ataupun porting ke sistem operasi ini. Selain itu, Valve juga mengklaim bahwa mereka telah mencapai peningkatan kinerja yang signifikan dalam pengolahan grafis melalui SteamOS.
Karena SteamOS khusus dirancang untuk bermain game, maka ia tidak memiliki banyak fungsi built-in selain untuk web browsing dan bermain game. Misalnya, absennya fungsi file manager dan image viewer. Meskipun begitu, user tetap dapat mengakses dan mengeksplorasi lingkungan desktop GNOME yang digunakan OS ini serta dapat menginstall software yang diinginkan.
Review | Apakah komputer anda VR Ready
Tidak dipungkiri bahwa trend VR semakin hari semakin santer terdengar. Hampir semua produsen komputer berlomba-lomba untuk menghadirkan perangkat atau komponen dukungan untuk VR.
Teknologi komputer bisa dikatakan sebagai ranah teknologi yang paling cepat berubah. Permintaan pasar menjadi indikator dari perubahan itu. VR tampaknya telah merambah ke berbagai orientasi, tidak hanya sebatas game saja. Segmen edukasi, industri, medis, hingga perfilman menjadi target potensial bagi VR untuk berkembang lebih jauh.
Namun pertanyaan besar akhirnya muncul “Apakah PC yang kita gunakan sudah VR-ready?” Ini merupakan pertanyaan mendasar yang otomatis muncul di benak kita terkait VR ini. Apalagi jika mengacu pada sejumlah perangkat pendukung VR seperti Oculus Ready PC yang memiliki rentang harga kisaran $999. Harga tersebut ternyata belum termasuk perangkat utama VR berupa Head Mounted Display (HMD) seperti Oculus RIFT atau HTC Vive Headset.
Terkait dengan permasalahan di atas, akhirnya muncul sebuah solusi berupa aplikasi yakni SteamVR Performance Test dan Rift Compatibility Tool. Kedua aplikasi ini dapat dimanfaatkan untuk mengukur kemampuan PC yang kita gunakan, apakah mendukung VR atau tidak?
SteamVR performance Test, mengacu pada namanya merupakan aplikasi yang dihadirkan oleh Steam. Aplikasi ini secara teknis merupakan aplikasi benchmark yang berisi demo Valves Aperture Robot Repair yang berdurasi 2 menit. Saat menjalankan aplikasi ini, sejumlah komponen PC mulai dari prosesor, memori, sistem operasi serta GPU akan diuji. Jika sistem PC yang digunakan memenuhi kriteria, maka di akhir pengujian akan muncul skor nilai yang mengindikasikan dukungan dan kemampuan PC Anda.
Hasil skor tersebut ditampilkan dalam sebuah parameter dengan istilah average fidelity. Selain itu, indikasi kemampuan sistem juga diperlihatkan melalui pernyataan VR Not Ready, VR Capable, dan VR Ready.
VR Not Ready menunjukkan kemampuan sistem tidak mendukung sama sekali terhadap VR. Sementara untuk VR Capable dan VR Ready, menunjukkan dukungan kemampuan sistem terhadap VR.
Kami pun sempat mencoba mengujikan sistem PC Gaming yang kami gunakan untuk mengetahui seberapa jauh dukungan sistem yang kami gunakan terhadap VR. Perlu diketahui sistem yang kami gunakan adalah sebagai berikut :
PROCESSOR | Intel Core I7-6700K |
MOTHERBOARD | GIGABYTE Z170X-GAMING G1 |
GRAPHICS CARD | GIGABYTE VGA GTX 970 XTREME GAMING, GIGABYTE VGA GV-R928XOC-3GD |
MEMORY | Silicon Power 2x4GB DDR4 |
STORAGE | Silicon Power S60 SSD 120GB, HDD SEAGATE 500GB |
OS | Windows 10 64-bit |
Dan hasil dari system yang kami gunakan pada SteamVR Performance Test adalah :
- Sistem dengan GIGABYTE GTX 970 G1 GAMING : VR Ready – Average Fidelity 6.6 (high)
- Sistem dengan RADEON R9 280X : VR Capable – Average Fidelity 4.8 (medium)
Berbeda dengan SteamVR performance Test, RIFT Compatibility Tool tidak menghadirkan fitur benchmark berupa demo game atau video. Aplikasi yang dihadirkan Oculus ini lebih condong pada validasi spesifikasi saja.
Rupanya RIFT Comptibility Tool menggunakan sistem perbandingan spesifikasi hardware yang kita gunakan dengan versi reference milik mereka. Jika sistem yang kita gunakan ternyata memiliki spesifikasi lebih rendah maka otomatis tidak akan mampu mendukung Oculus RIFT diindikasikan dengan pernyataan “Your PC is not ready for Rift.” Meski begitu, RIFT Compatibility Tool ini tetap memberikan solusi di mana akan muncul spesifikasi hardware yang direkomendasikan sehingga Anda akan tahu spesifikasi hardware mana yang perlu diubah dan mana yang tetap dipertahankan.
Review | Seberapa Pentingkah Peran DPI dan Poling Rate Pada Mouse gaming
Sebelumnya, mouse menggunakan mekanisme bola karet yang terletak di bawah mouse yang dapat digelindingkan ke segala arah (omni direction). Penggunaan bola karet ini ternyata memiliki kendala yang umum terjadi yakni, hilangnya tingkat sensitivitas dan presisi dari mouse tersebut akibat bola karet yang kotor. Hal tersebut terjadi dikarenakan bola karet akan menangkap setiap kotoran, seperti remah manakan ataupun debu yang berada pada alas mouse (mouse pad) yang akan menumpuk seiring lamanya penggunaan. Solusinya, kita harus membersihkan mouse tersebut, khususnya pada bagian bola karetnya secara berkala.
Saat ini trend penggunaan mouse mulai bergeser pada jenis optical yang umumnya menggunakan basis cahaya dan sebuah kamera kecil. Seiring mouse digerakkan, cahaya tersebut mulai berpendar di bawah permukaan mouse dan menangkap ratusan gambar per detik. Data dari gambar tersebut digunakan mouse sebagai bahan perbandingan sehingga mouse dapat menentukan arah pergerakan dari penggunanya. Selanjutnya mouse akan mengirimkan data ini ke komputer (processor) sehingga pada akhirnya output berupa kursor akan ditampilkan di layar monitor.
Selain jenis optik, terdapat pula jenis laser mouse yang memiliki prinsip yang sama. Bedanya hanya terletak pada penggunaan cahayanya saja. Laser mouse umumnya menggunakan cahaya infrared ketimbang cahaya tampak (visible light).
Gaming mouse baik berbasis laser maupun optic secara teknis selalu diidentikan dengan DPI (dot Per Inch) dan polling rate. Namun apakah arti dari kedua nilai tersebut? apakah berarti semakin besar nilainya, maka akan memberikan output yang baik pula? Pada praktiknya, kedua spesifikasi di atas hanya berlaku dan memberikan manfaat lebih banyak hanya pada gamer. Spesifikasi tersebut dibutuhkan guna memberikan reaksi cepat pada gamer saat bermain game sehingga dapat memberikan pengalaman bermain yang benar-benar real-time dengan delay sekecil mungkin. Lain ceritanya jika kedua spesifikasi di atas hanya digunakan untuk penggunaan browsing internet atau digunakan pada spreadsheet atau word processing.
DPI
Dots Per Inches atau Counts Per Inches sering kali disalah artikan sebagai tolak ukur dalam menilai kualitas sensor. Hmm…ini sebetulnya sebuah pemahaman yang kurang tepat. DPI/CPI hanya perhitungan pergerakan cursor sehubungan dengan jarak yg dihasilkan dari pergerakan mouse, jadi semakin besar DPI yang digunakan maka semakin pendek jarak yg ditempuh saat menggerakkan mouse.
Sebuah mouse dengan nilai DPI yang besar akan memberikan manfaat lebih saat digunakan pada game yang membutuhkan pergerakan yang kecil seperti saat memainkan game FPS di mana Anda dapat membidik target lewat riffle secara lebih mudah sehingga hasilnya akan lebih akurat. Meski begitu, DPI tinggi, tidak selalu memberikan keuntungan. Ketika memainkan game yang tidak membutuhkan fungsi zoom misalanya, maka nilai DPI yang tinggi justru akan menjadi mouse terlalu sensitif saat digerakkan. Sering kali kurangnya pemahaman akan hal tersebut menjadi makanan empuk bagi marketing perusahaan gaming yg mengembar-gemborkan DPI/CPI setinggi-tingginya.
POLLING RATE
Merupakan kecepatan informasi yg diberikan oleh mouse dalam melacak setiap pergerakannya. Gaming mouse saat kini kebanyakan telah memberi option utuk bebas memilih dari 125-1000Hz. Sebagai informasi, berikut merupakan respond time dari masing-masing rate : 125hz – 8ms, 250hz – 4ms, 500hz – 2ms, 1000hz – 1ms
Lantas pertanyaan yg muncul berikutnya apakah semakin tinggi polling rate maka semakin baik? belum tentu.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, polling rate menjelaskan informasi mengenai seberapa sering mouse memberikan report posisi kepada komputer. Jika sebuah mouse memiliki polling rate 125 Hz, ini artinya, mouse tersebut akan memberikan report kepada komputer setiap 8 millisecond. Sementara mouse dengan polling rate 500 Hz mampu memberikan report kepada komputer setiap 2 millisecond.
Memilih Jenis Mouse yang Tepat
Melihat dari penjelasan di atas, maka kita sampai pada akhir kesimpulan. Bagaimana memilih jenis mouse yang tepat? Baik DPI maupun polling rate, keduanya merupakan faktor yang harus dipertimbangkan. Semakin tinggi nilai DPI dan Polling rate, belum tentu berdampak baik. Fungsi DPI maupun polling rate harus disesuaikan juga dengan penggunaan.
Maka dari itu, sebuah mouse yang baik adalah jenis mouse yang memiliki pengaturan untuk mengkonfigurasikan kedua nilai tersebut. Salah satu mouse gaming yang menghadirkan kemudahan pengaturan konfigurasi DPI dan Polling rate adalah Roccat Kiro, brand periferal Gaming asal Jerman.
Mouse ini secara spesifikasi menyediakan pengaturan DPI hingga 4000 DPI yang bisa dikonfigurasikan dengan sangat mudah dan cepat lewat aplikasi Roccat Swarm. Begitu juga dengan nilai polling rate-nya. Roccat Kiro memiliki nilai polling rate cukup tinggi yakni 1000Hz yang artinya report posisi dari mouse ini akan dikirimkan kepada komputer setiap 1 millisecond. Kemudahan kustomisasi memungkinkan Roccat Kiro digunakan maksimal baik pada game yang membutuhkan mouse berpolling rate tinggi seperti pada genre RTS (Real Time Strategy) atau gameplay super intens atau pada game yang membutuhkan mouse berDPI tinggi seperti pada game bergenre FPS.
Review | FSP HYPER M 600W, PSU untuk Gamer Kelas Menengah
Sumber MetroTvNews : Jika di ulasan sebelumnya kami mengulas FSP HYDRO G 850W yang merupakan power supply untuk kelas enthusiast, FSP HYPER M 600W merupakan power supply untuk kalangan gamer kelas menengah.
Selain memiliki daya yang lebih rendah, power supply ini juga tidak memiliki fitur semewah HYDRO G 850W. Meski demikian, ia masih sangat mumpuni untuk digunakan sebagai penyuplai daya ke PC Anda.
Berbeda sedikit dengan saudaranya, HYPER M 600 merupakan power supply yang dirancang khusus untuk para gamer dengan konsumsi daya menengah. Power supply ini memiliki efisiensi daya di atas 85 persen, 5 persen lebih rendah dari HYDRO G 850W, tetapi masih termasuk tinggi untuk power supply di kelasnya.
Untuk komponennya, power supply ini tidak banyak berbeda dengan HYDRO G 850. Ia masih menggunakan desain single rail bertegangan +12V dan active PFC di atas 99 persen. Power supply ini juga memiliki kipas 12mm yang mampu mendinginkan komponen di dalamnya secara optimal, serta telah memiliki berbagai sertifikasi keamanan.
Untuk memudahkan pemasangan kabelnya, HYPER M 600W hadir dengan sistem kabel modular. Kabel yang terdapat di power supply ini semuanya bisa dilepas sehingga Anda bisa menggunakannya sesuai dengan kebutuhan. Power supply ini telah kompatibel dengan desain motherboard yang menggunakan standar ATX12V dan kartu grafis yang menggunakan standar EPS12V.
Berbeda dengan HYDRO G 850W, power supply ini hanya mampu menampung satu kartu grafis saja karena keterbatasan dayanya yang hanya 600W. Selain itu, ia juga tidak memiliki sertifikasi SLI maupun CrossFire. Meski demikian, ia masih memiliki konektor SATA yang cukup banyak, yaitu 9 buah konektor.
Bagi Anda yang hanya ingin membangun sebuah PC untuk sekedar mampu bermain game tanpa dukungan hardware kelas atas yang rakus daya, HYPER M 600W bisa menjadi pilihan karena telah mendukung memiliki fitur dan standar performa yang mumpuni untuk sebuah PC gaming kelas menengah.
Review | Sharkoon T28, Casing Mid-Tower dengan Sirkulasi Mumpuni
SUMBER : METROTVNEWS.COM Sharkoon adalah salah satu produsen hardware yang memasarkancasing. Jika membandingkannya dengan para pesaing yang namanya sudah lebih dulu terkenal di pasar Indonesia, casing besutan Sharkoon mempunyai kualitas yang tidak kalah bagusnya.
Salah satu produk yang datang ke meja pengujian kami kali ini adalah Sharkoon T28. Saya bisa mengatakan bahwa casing ini memiliki beragam fitur dan desain yang cukup keren. Berikut ulasannya.
Sharkoon T28 adalah casing dengan form–factor ATX yang dibalut dengan warna hitam solid. Warna hitam ini berpadu dengan tiga pilihan warna yang dibalut pada sisi dalam dan kipas. Secara desain,casing ini tidak menonjolkan hal yang eksentrik, tetapi antarmuka yang cukup lengkap di sisi depan bisa langsung terlihat dari ketersediaan empat port USB pada pinggiran atas. Kehadiran dua port USB 3.0 sudah sangat cukup untuk mempercepat akses pengguna dalam memasang flash drive atau HDD eksternal di depan.
Empat port USB ini terpisahkan oleh jack earphone dan mikrofon. Letak tombol power dan reset juga tidak biasa, yaitu di pinggiran tengah. Tidak tertutup sepenuhnya, bagian depan Sharkoon T28 dibuat berongga untuk keperluan sirkulasi udara.
Beralih ke bagian samping dan belakang, casing ini menggunakan panel samping kiri yang sebagian menggunakan akrilik. Artinya, pengguna bisa melihat isi casing ketika PC menyala. Beralih ke sisi belakang, Sharkoon T28 rupanya telah menyediakan lubang untuk sistem water cooling, baik untuk VGA maupun prosesor. Sama seperti casing lainnya saat ini, tempat power supply terletak di bawahmotherboard dan slot untuk perangkat berbasis antarmuka PCI.
Casing berkualitas tentunya harus menyediakan ruang dalam yang mumpuni. Sharkoon T28 bisa dibilang menyediakan ruang untuk pemasangan HDD dan SSD, atau perangkat lainnya dalam jumlah yang cukup. Jika diisi penuh, Anda dapat memasang 2 unit SSD dan 4 unit HDD. Docking untuk kedua perangkat ini cukup mudah dipasang dengan pengait tanpa baut, dan uniknya, docking ini bisa dilepas jika pengguna tidak memerlukannya. Ruangan yang tersisa bisa digunakan untuk memasang sistem udara yang lebih efisien.
Selain itu, Sharkoon T28 juga menyediakan fitur cable management posisi pemasangan HDD atau SSD yang menghadap panel samping. Kabel-kabel SATA atau power yang terpasang menjadi tertutup di belakang besi penyangga motherboard.
Untuk sistem sirkulasi udara, Sharkoon T28 memungkinkan pengguna memasang dua unit kipas 120 mm di sisi depan, dan satu unit kipas 120 mm di sisi belakang. Jika memungkinkan, sebenarnya Sharkoon masih bisa menyediakan satu slot di sisi atas untuk kipas 120 mm. Seperti yang sudah dijelaskan, kipas di sisi belakang bisa diganti dengan satu unit sistem water cooling.
Satu kekurangan yang saya lihat pada Sharkoon T28 adalah letak tombol power dan reset yang cukup sulit dijangkau, jika posisi casing terletak di bawah meja. Posisi kedua tombol yang membantu pengguna tidak salah tekan, tetapi pemisahannya terlalu jauh, yaitu berada di antara rongga untuk slotkipas depan.
Dibanderol dengan harga sekitar Rp1 juta, Sharkoon T28 adalah casing mid–tower yang berkelas. Fitur ruang penyimpanan dan sistem pendinginan, dan lupa dengan cable management yang cukup sudah bisa menjadi alasan mengapa Anda membeli casing ini.